Senin, 19 Maret 2012

METODE SAMPLING BIOTIK DALAM POPULASI ATAU KOMUNITAS



Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik (Setiadi, 1984).
Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut (Setiadi, 1984).
Komunitas vegetasi pada tumbuhan mempunyai hubungan di antara mereka, mungkin pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta, tumbuh-tumbuhan ini lebih kurang menempati strata atau lapisan dari atas ke bawah secara horizontal, ini disebut stratifikasi. Individu yang menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-perbedaan bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi klas-klas morfologi individu yang berbeda seperti, strata yang paling tinggi merupakan kanopi pohon-pohon atau liana. Untuk tujuan ini, tumbuh-tumbuhan mempunyai klas morfologi yang berbeda yang terbentuk dalam “sinusie” misalnya pohon dalam sinusie pohon, epifit dalam sinusie epifit dan sebagainya (Syafei, 1990).
Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode garis dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot) (Syafei, 1990).
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/diselidiki. Tujuannya untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan (Syafei, 1990).
Belt transek merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang. Lebar jalur ditentukan oleh sifat-sifat vegetasinya untuk menunjukkan bagan yang sebenarnya. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon-pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik. Panjang transek tergantung tujuan penelitian. Setiap segment dipelajari vegetasinya (Kershaw, 1979).
Metode garis-garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang berada tepat pada garis dicatat jenisnya dan berapa kali terdapat/dijumpai. Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat. Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Michael, 1990).
Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode garis dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot) (Syafei, 1990).
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Umar, 2010).
Metode garis merupakan sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990).
Metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Michael, 1990).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang merupak INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1990).
Ada beberapa satuan pengukuran yang digunakan dalam menerangakn suatu populasi ataupun komunitas seperti frekuensi, kepadatan, luas penutupan, dan biomassa. Kepadatan merupakan jumlah individu per unit area atau unit volume. Dalam suatu tempat tidak semuanya merupakan tempat yang layak bagi suatu spesies hewan. Mungkin dari tempat itu hanya sebagian saja yang merupakan habitat yang layak bagi hewan tersebut. Kepadatan mutlak atau kepadatan ekologi merupakan kepadatan yang mendiami bagian tertentu (Soegianto, 1994).
Sampling fauna menentukan kepadatan mutlak itu seringkali tidak mungkin dilakukan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat indeks kepadatan yang umum digunakan untuk keperluan pembandingan. Indeks itu hanya dinyatakan seabagai jumlah individu per unit habitat atau jumlah inidividu per unit usaha, bukan lagi jumlah individu per unit luas (Soegianto, 1994).
            Sampling tumbuhan menentukan permasalahan yang sering kita hadapi  dalam menentukan suatu individu tanaman. Tumbuhan yang terbentuk pohon atau herba. Untuk tanaman yang hidup di dalam kelompok atau bereproduksi secara vegetatif dengan akar di dalam tanah, cara yang umum digunakan adalah menganggap individu-inidividu tersebut terputus-putus. Sedangkan untuk tanaman yang tumbuh dalam bentuk rumpun, maka setiap rumpun dianggap sebagi satu individu. Untuk kondisi seperti ini, jenis pengukuran yang paling cocok adalah dengan mengukur luas penutupan. Dalam ekologi, frekuensi dipergunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu dengan jumlah total sampel. Frekunsi relatif suatu spesies adalah frekuensi dari suatu spesies dibagi dengan jumlah frekuensi dari semua spesies yang terdapat dalam suatu komunitas (Soegianto, 1994).
            Biomassa merupakan berat dari suatu individu suatu populasi dam sering dinyatakan per unit luas atau volume. Luas penutupan adalah proporsi antar luas tempat yang ditutup oleh suatu spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Dalam mengukur luas penutupan ini dapat dilakukan dengan cara mengukur luas penutupan tajuk atau luas penutupan batang (Soegianto, 1994).
            Metode plot adalah prosedur yang umum digunakan untuk sampling berbagai tipe organisme. Bentuk plot biasanya segi empat atau persegi ataupun dalm bentuk lingkaran. Sedangkan ukurannya tergantung dari tingkat keheterogenan komunitas. Ukuran plot umumnya ditentukan berdasarkan luasan kurva spesies tumbuhan dan hewan menetap (sessile) ataupun yang bergerak lambat, contohnya hewan tanah dan hewan yang bersarang di lubang (Umar, 2010).
            Untuk jenis vegetasi tertentu seperti padang rumput, penggunaan metode plot seringkali kurang praktis dan butuh bayak waktu. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat diakali metode transek. Metode transek ini terdapat 3 macam metode yaitu (Umar, 2010) :
1.        Line Transek
Metode ini sering digunakan oleh ahli ekologi untuk mempelajari komunitas padang rumput.
2.        Belt Transek
Metode belt transek biasa digunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya. Cara ini juga paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi, dan elevasi. Transek dibuat memotong garis-garis topografi, dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungia atu menaiki gunung dan menuruni lereng pegunungan.
3.      Metode Strip Sensus
Metode strip sensus sebenarnya sama dengan metode line transek, hanya saja penerapannya untuk mempelajari ekologi vertebrata daratan. Metode ini meliputi, berjalan sepanjang garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi.
            Dalam luasan tertentu, individu-individu suatu populasi dapat didistribusikan secara seragam, acak, ataupun secara merumpun. Disrtibusi seragam jarang terdapat, hanya terajdi apabila kondisi lingkungan cukup seragam di seluruh luasan dan apabila terdapat persaingan kuat atau antagnisme antara individu-individu misalnya pada hutan-hutan yang lebat pohon-pohon yang tinggal hampir mempunyai  distribusi relatif atau distribusi seragam karena kompetsi untuk mendapatkan unsur hara dan cahaya matahari yang kuat (Heddy, 1986).
          
DAFTAR PUSTAKA

Heddy,    Suwasono. 2011. Analisis Vegetasi Tumbuhan. http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 06 April 2011, pukul 20.00 WITA.
Kershaw, K. A. 1979. Quantitatif and Dynamic Plant Ecology. London. Edward Arnold Publishers.
Michael. 1990. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya. Jakarta.
Setiadi, D. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya dengan Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Hutan Jati Cikampek, KPH Purwakarta, Jawa Barat, Bogor. Bagian Ekologi, Departemen Botani, Fakultas Pertanian IPB
Soegianto, Agoes. 1994. Ekologi Kuantitatif. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.
Syafei. 1990. Dinamika Populasi. Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Umar, M. Ruslan, 2010. Ekologi Umum Dalam Praltikum. Universitas Hasanuddin. Makassar.



KEANEKARAGAMAN JENIS DALAM KOMUNITAS



Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas berdasarkan organisasi bilogisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah (Umar, 2011).
            Para ahli ekologi telah banyak mengembangkan perhitungan atau metode kuantitatif untuk mengukur keragaman jenis komunitas antara lain yang bayak sekarang dipakai adalah Indeks Simpson dan Indeks Shannon wiener (Umar, 2011).
Setiap tingkatan biologi  sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies dan komunitas alami, dan kesemuanya penting bagi manusia. Keanekaragaman spesies mewakili aneka ragam adaptasi  evolusi dan ekologi suatu spesies pada lingkungan tertentu. Keanekaragaman spesies menyediakan bagi manusia sumber daya alternatifnya. Contohnya,  hutan hujan tropik dengan aneka variasi spesies yang menghasilkan tumbuhan dan hewan yang dapat digunakan untuk makanan, tempat bernaung dan obat-obatan. Keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pertanian seperti persawahan dapat mempengaruhipertumbuhan dan produksi tanaman, yaitu dalam sistem perputaran nutrisi, perubahan iklim mikro, dan detoksifikasi senyawa kimia. Serangga sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati juga memiliki peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan detrivor (Umar, 2011).
Suatu organisme tidak dapat hidup menyendiri, tetapi harus hidup bersama-sama dengan organisasi sejenis atau dengan yang tidak sejenis. Berbagai organisme yang hidup di suatu tempat, baik yang besar maupun yang kecil, tergabung dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas biotik. Suatu komunitas biotik terikat sebagai suatu unit oleh saling ketergantungan anggota-anggotanya. Suatu komunitas adalah suatu unit fungsional dan mempunyai struktur yang pasti. Tetapi srtuktur ini sangat variabel, karena jenis-jenis komponennya dapat dipertukarkan menurut aktu dan ruang. Komunitas biotik terdiri atas kelompok kecil, yang anggota-anggotanya lebih akrab lagi satu sama lain, sehingga kelompok kecil itu merupakan unit ynag kohesif. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem (Rososoedarmo, 1990).
            Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang sedang berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah daripada komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan niche yang lebih kompleks (Umar, 2011).
            Tanaman dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membentuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan dan hubungan timbal balik yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini terbentuk suatu derajat keterpaduan. Kumpulan atau susunan dari berbagai populasi yang tekah menyesuaikan diri dan menghuni suatu wilayah tertentu di alam disebut komunitas. Dan seperti halnya populasi dan jasad hidup lain yang membentuknya, kounitas pun mempunyai struktur dan fungsi di alam bahkan dengan derajat organisme yang lebih tinggi, karena mempunyai ciri, sifat, dan kemampuan yang lebih tinggi daripada populasi. Misalnya dalam populasi interaksi hanya bisa dicapai antar individu, sedangkan dalam komunitas bisa antar populasi (Odum, 1993).
            Konsep komunitas cukup jelas, tetapi seringkali dalam penentuan batas dan pengenalan batas komunitas tidak mudah. Meskipun demikian, komponen-komponen komunitas ini mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di suatu tempat dan untuk hidup saling bergantung yang satu terhadap yang lain. Komunitas mempunyai derajat keterpaduan yang lebih tinggi dari pada individu-individu dan populasi tumbuhan dan hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan mencapai dan mampu hidup di tempat tersebut, dan kegiatan komunitas-komunitas ini bergantung pada penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang ada di tempat tersebut (Odum, 1993).
            Suatu nan komunitas dapat mengkarakteristikakkan suatu unit lingkungan yang mempunyai kondisi habitat utama yang seragam. Unit lingkungan seperti ini disebut biotop. Hamparan lumpur, pantai pasir, gurun pasir, dan unit lautan merupakan contoh biotop. Di sisni biotop ditentukan oleh sifat-sifat fisik. Biotop-biotop lain dapat pula dicirikan oleh unsur organismenya, misalnya padang alang-alang, hutan tusam, hutan cemara, rawa kumpai, dan sebagainya (Heddy, 1986).
            Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang terdapat pada daerah dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya daerah kering, tanah miskin dan pegunungan tinggi. Sementara itu, keanekaragaman yang tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Sementara ahli ekologi berpendapat bahwa komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi, seperti dicontohkan dengan hutan itu mempunyai keanekaragaman yang tinggi itu stabil. Tetapi ada juga ahli yang berpendapat sebaliknya, bahwa keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua pendapat ini ditopang oleh argumen-argumne ekologi yang masuk akal, masing-masing ada benarnya dan ada kelemahannya (Rososoedarmo, 1990).
Dalam suatu ekosistem, dapat senantiasa terjadi fluktuasi atau grafik naik turunnya secara teratur. Hal ini dapat terjadi karena adanya saling kontrol terhadap populasi konsumen biotik dalam suatu ekositem tersebut. Proses itu akan terus berjalan secara berkesinambungan dan tanpa menimbulkan goncangan ekosistem. Hal ini akan terjadi selama lingkungan tersebut berada dalam keadaan seimbang (Wolf, 1992).
Pada habitat alami seperti hutan, kerusakan karena faktor serangga herbivor sangat jarang terjadi. Hal ini mungkin disebabkan karena di dalam habitat hutan jumlah serangga karnivor lebih banyak dan keragaman jenis serangga juga jauh lebih tinggi dan kompleks dibandingkan agroekosistem (Janzen 1987). Pada lahan pertanian, adanya praktek pertanian memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap keanekaragaman serangga (Odum, 1993).
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak di kawasan tropik yang mempunyai iklim yang stabil dan secara geografi adalah negara kepulauan yang terletak diantara dua benua yaitu Asia dan Australia. Salah satu keanekaragaman hayati yang dapat dibanggakan Indonesia adalah serangga, dengan jumlah 250.000 jenis atau sekitar 15% dari jumlah jenis biota utama yang diketahui di Indonesia (Odum, 1993).
Dalam suatu komunitas yang terbentuk atas banyak spesies, beberapa diantaranya akan dipengaruhi oleh kehadiran atau ketidakhadiran anggota lain dari komunitas itu. Suatu interaksi dapat terdiri atas beberapa bentuk yang berasal dari hubungan pisitif (berguna) sampai interaksi negative (berbahaya). Bilamana sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi. Persaingan demikian dapat terjadi antara anggota-anggota spesies yang berbeda (persaingan interspesifik) atau antara anggota spesies yang sama (intraspesifik). Perbandingan dapat terjadi dalam makanan atau ruang. Dalam hubungan persaingan antara dua spesies, ini dapat merupakan bentuk eksploitasi makanan yang tersedia dalam waktu singkat, atau merupakan gangguan bilamana organisme-organisme itu saling melukai dalam usahanya untuk mendapatkan makanan (Wolf, 1992).
Keanekaragaman hayati tumbuh dan berkembang dari keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetis, dan keanekaragaman ekosistem. Karena ketiga  keanekaragaman ini saling kait-mengkait dan tidak terpisahkan, maka dipandang sebagai satu keseluruhan (totalitas) yaitu keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati menunjukkan adanya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkat gen, tingkat jenis dan tingkat ekosistem (Wolf, 1992).
Manusia dalam mengenal adanya keanekaragaman makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dapat diamati dan juga mungkin tingkah laku, penampilannya, makanannya dan cara perkembangbiakannya, habitatnya serta  interaksinya dengan makhluk lain. Pada tumbuhan yang dapat diamati misalnya tempat tumbuhnya, batangnya, daunnya, bunganya, serangga yang mengunjunginya serta burung yang bersarang di dalamnya. Setiap populasi mempunyai sifat genetik tertentu. Individu-individu sejenis ini mempunyai kerangka dasar komponen genetis yang sama (kromosomnya sama tetapi memiliki komponen faktor keturunan yang berbeda). Misal (Anonim, 2011) :
rasa manis dan asam pada mangga
warna kuning, merah dan putih pada biji jagung
Keanekaragaman gen menentukan keanekaragaman jenis individu, meski jenisnya sama tetapi memiliki gen yang tidak sama bila dibandingkan dengan individu lain dalam kelompok tersebut. Keaneka ragaman genetik merupakan keanekaragaman sifat yang terdapat dalam satu jenis. Dengan demikian tidak ada satu makhlukpun yang sama persis dalam penampakannya. Tanaman dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membantuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya yang memnuhi kebutuhan hidupnya. (Wolf, 1992).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Keanekaragaman Jenis. www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 23 April 2011 pukul 20.00 WITA.
Heddy, Suwasono. 1986. Pengantar Ekologi. CV Rajawali. Jakarta.
Odum, Eugene. 1993. Dasar-dasar Ekolog. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Resosoedarmo, Soedjiran. 1990. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya. Jakarta.
Umar, M. Ruslan. 2009. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Laboratorium Ilmu Lingkungan Kelautan. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Wolf, L. 1992. Ekologi Umum.  Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.









HUBUNGAN PRODUSEN DAN KONSUMEN DALAM SIKLUS KARBON DI PERAIRAN



Karbon merupakan unsur penyusun semua senyawa organik, dan salah satu zat yang sangat penting atau dipelukan makhluk hidup, selain oksigen, air dan nitrogen. Di alam karbon tersedia dalam bentuk gas dan dapat dimamfaatkan  oleh tumbuhan melaui proses fotosintesis. Bahkan karbon banyak ditemui pada endapan dan di dalam air. Di atmosfer, unsur ini merupakan suatu komponen yang besar (kurang lebih 0,03 %) di banding dengan unsur lain, kecuali nitrogen dan oksigen. Di atmosfer, karbon biasanya bersentawa dengan oksigen. Dan dari atmosfer dan sedimen, karbon masuk ke tubuh organisme secara kimia. Energi yang tersimpan pada tumbuhan terbentuk karena fiksasi karbondioksida pada peristiwa fotosintesis (Prawirohartono, 2001).
            Salah satu untuk melihat hubungan produsen dan konsumen dalam pemakaian dan poduksi karbon dalam air dapat dilakukan dengan uji bromtimol biru. Bromtimol biru merupakan suatu larutan indicator yang berwana biru dalam larutan basa dan kuning dalam larutan asam. Gas karbondioksida akan membentuk asam jika dilarutkan dalam air. Perubahan warna pada perlakuan disebabkan oleh perubahan kandungan karbondioksida yang ada dalam air. Kadar karbondioksida akan berkurang apabila terjadi proses fotosintesis oleh tumbuhan. Sebaliknya kadar karbondioksida akan meningkat kalau terjadi proses respirasi. 
Karbon di alam umumnya dalam bentuk gas dan batuan karbonat, di samping itu juga dalam bentuk bahan organik, yang dapat dimamfaatkan oleh tumbuhan, melalui proses fotosintesis yang akan diubah menjadi senyawa organik yang dapat dipergunakan oleh organisme lainnya, sebagai pemberi karbon dan karbon akan kembali lagi ke atmosfer atau ai sebagai CO2 melalui suatu proses metabolisme. Unsur kabon mempunyai kemampuan saling mengikat antar sesamanya sehingga merupakan dasar untuk terbentuknya keragaman dan ukuran molekuler dan tanpa ini kehidupan tidap dapat ada. Produsen darat mendapatkan CO2 dari atmosfer, sedangkan produsen dalam air mamamfaatkan CO2 yang terlarut (sebagai bikarbonat dan HCO3). Kelarutan karbondioksida dalam air berbeda dengan oksigen, karena gas ini bereaksi secara kimiawi dalam air. Salah satu contohnya adalah apabila di dalam air laut karbondioksida bereaksi dengan air menghasilkan asam karbonat, yang kemudian terdisiosiasi lagi menjadi ion hidrogen dan karbonat. Konsentrasi CO2 yang tinggi pula akan mempengaruhi tumbuhan dalam mengabsorbsi air dan unsua hara (Umar, 2010).
            Sebagai akibat reaksi di atas ialah terjadinya produksi atau absorbsi hidrogen bebas, sehingga jumlah hidrogen dalam suatu larutan merupakan tolak ukur keasaman. Lebih banyak ion H+ berarti lebih asam suatu larutan danlebih sedikit H+ berarti lebih basa, dengan kata lain larutan basa lebih banyak mengandung ion OH. Sebagai akibat reaksi ialah terjadinya produksi atau absorbsi hidrogen bebas, sehingga jumlah hidrogen dalam suatu larutan merupakan tolok ukur keasaman (Prawirohartono, 2001).
            Didalam pengetian siklus karbon adalah peredaran unsur karbon itu sendiri di udara maupun di dalam tanah. Siklus karbon ini merupakan suatu siklus sempurna dalam arti kata bahwa karbon itu dikembalikan ke lingkungannya secepat karbon itu meninggalkannya. Peredaran dasarnya adalah dari sumber di udara ke produsen, ke konsumen kemudian dari keduanya ke dekomposer dan selanjutnya kembali kesumbernya lagi. Karbon harus dalam bentuk gas (CO2) untuk dapat dipergunakan oleh tumbuhan. Tidak kurang dari 9x102   kg karbon difiksasi tiap tahun dalam atau melalui proses fotosintesis ini diubah menjadi gula diman unsur C itu terangkai dalam rumus C6H12O6 atau senyawa organik lain. Sebagai sumber bahan makanan di dalam tubuh produsen tiap saat di mamfaatkan kembali pada proses respirasi tumbuh-tumbuhan dan konsumen (herbivora) dan dikeluarkan ke udara. Disamping itu, pengembalian yang cukup berarti diberikan oleh hasil kegiatan dari respirasi organisme pembusuk dan pengurai yang akan menghasilkan CH4 sebagai wujud gas (Tim Dosen Unhas, 2007).
            Peningkatan persediaan karbondioksida yang cukup besar meningkatkan fotosintesis. Sebagian karbondioksida yang lepas oleh penggunaan bahan bakar, mungkin menaikkan produktifitas primer seluruh dunia. Tempat penghimpun lain yang mungkin untuk produksi karbondioksida adalah laut. Karbondioksida di udara segera bertukar dengan karbondioksida yang terlarut dalam laut. Daur karbon yang terlarut ini berimbang dengan endapan karbonat di laut. Jika lebih banyak karbondioksida ditambahkan ke dalam air laut, kelebihannya dipresipitasikan sebagai karbonat seperti batu karang dan batu kapur (CaCO3). Jadi endapan laut merupakan reservoir karbon yang sangat besar dan suatu penyangga yang membantu menekan serendah-rendahnya perubahan konsentrasi karbondioksida di air (Prawirohartono, 2001).
            Selama transfer energi di dalam konsumsi makanan berupa karbohidrat dan lemak, pergerakan karbon menuju ekosistem bersama dengan aliran energi. Sumber kabon untuk organisme hidup ialah CO2 yang ditemukan baik dalam keadaan bebas di atmosfer maupun terlarut di dalam air dan di lapisan membentuk karbohidrat pada fotosintesis. Demikian juga lemak dan polisakarida dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan yang akan digunakan oleh hewan herbivora. Kanivora pemakan herbivora mengubah senyawa karbon menjadi bentuk lain. Karbon dilepaskan ke atmosfer secara langsung berupa CO2 dari respirasi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Bakteri dan jamur memecah senyawa organik kompleks dari sisa tumbuh-tumbuhan dan binatang mati menjadi senyawa sederhana yang akan berfungsi untuk siklus lain. Karbon organik juga terdapat pada kerak bumi berupa batu bara, gas alam, minyak, batu kapur dan karang. Karbon defosit ini akan dibebaskan setelah periode waktu yang lama (Soendjojo, 1990).
            Organisme hidup dapat dibagi menjadi dua golongan utama menurut bentuk energi kimia karbon yang diperlukan dari lingkungannya. Organisme autotrof dapat mempergunakan karbondioksida dari atmosfer sebagai satu-satunya sumber karbon untuk membangun semua biomolekul yang mengandung karbon. Contohnya adalah baktei fotosintetik dan sel hijau daun tumbuhan. Organisme heterotrof tidak mempergunakan karbondioksida dari atmosfer dan harus memperoleh karbon dari lingkungan dalam bentuk molekul organik yang relatif kompleks, seperti glukosa. Hewan dan hampir semua mikroorganisme adalah organisme heterotrof. Organisme autotrof bersifat dapat mencukupi diri sendiri, sedangkan organisme heterotrof memerlukan karbon dalam bentuk yang lebih kompleks yang dibentuk dari organisme lain untuk melakukan proses metabolisme (Lehninger, 1991).
            Senyawa organik yang paling sederhana, terbentuk dari dua elemen yakni hidrogen dan karbon.Senyawa hidrokarbon ini selain terdapat luas di alam juga dpt dibuat (disinteis) di laboratorium.Secara umum senyawa hidrokarbon ini terbagi atas tiga kelompok utama yaitu; hidrokarbon jenuh (saturated), tak jenuh (unsaturated) dan aromatik. Pembagian ini didasarkan atas pada jenis ikatan antara karbon karbon.Hidrokarbon jenuh hanya mengandung ikatan ikatan tunggal karbon-karbon,hidrokarbon jenuh mengandung karbon-karbon ganda dua atau ganda tiga, sedangkan hidrokarbon aromatik adalah kelompok senyawa siklik tak jenuh namun sifatnya berbeda dengan alkena. Sifat dari senyawa ini umumnya dicirikan oleh benzena (Lehninger, 1991).
            Karbon di alam selain dalam bentuk bahan organik, umumnya dalam bentuk gas dan batuan karbonat yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karbon melalui proses fotosintesis tumbuhan akan diubah menjadi senyawa organik yang dapat dipergunakan oleh organisme lainnya. Tumbuhan sebagai pemakai utama karbon akan memanfaatkannya melalui proses siklus materi karbon dan akan kembali lagi ke atmosfer atau air sebagai karbon dioksida sebagai hasil suatu proses metabolisme (Umar, 2010).
Konsentrasi karbon dioksida yang tinggi akan mempengaruhi tumbuhan dalam mengabsorbsi air dan unsur hara. Unsur karbon mempunyai kemampuan saling mengikat antar sesamanya yang merupakan dasar untuk terbentuknya keragaman dan ukuran molekuler, sehingga tanpa proses ini kehidupan tidak akan ada (Umar, 2010).
Salah satu cara untuk melihat hubungan produsen dan konsumen dalam pemakaian dan produksi karbon dalam air dapat dilakukan dengan Uji Bromtimol Biru. Bromtimol Biru merupakan suatu larutan indikator yang berwarna biru dalam larutan basa dan kuning dalam larutan asam. Gas karbon dioksida akan membentuk asam jika dilarutkan dalam air. Perubahan warna pada perlakuan disebabkan oleh perubahan kandungan karbon dioksida yang ada dalam air. Kadar karbon dioksida akan berkurang apabila terjadi proses fotosintesis oleh tumbuhan. Sebaliknya kadar karbon dioksida akan meningkat kalau terjadi proses respirasi (Umar, 2010).
Karbon dioksida sebagai salah satu gas rumah kaca yang memerangkap panas matahari dalam bentuk radiasi infra merah gelombang panjang yang seharusnya terpantul ke angkasa luar. Karbondioksida menahan panas tersebut di dalam atmosfer bumi sehingga menyebabkan bumi semakin hangat dan berubah menjadi lebih panas. Pemanasan akibat terperangkapnya panas matahari oleh karbondioksida menyebabkan mencairnya es yang seharusnya memantulkan radiasi panas matahari ke luar angkasa (Lehninger, 1991).
Proses di alam sudah tertata rapi. Setiap tahap dari suatu proses seluruhnya berjalan dengan peranan tertentu yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup mahluk di alam. Tetapi manusia sering kali menciptakan suatu proses baru, dengan alasan untuk kesejahteraannya yang malah menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan proses alam, sampai akhirnya menimbulkan bencana. Mari kita simak sebuah contoh, suatu proses yang terjadi di alam, yaitu siklus karbon (Prawirohartono, 2001).
Siklus karbon melibatkan seluruh lingkungan yang ada di alam semesta, meliputi atmosfer, biosfer, hidrosfer dan geosfer. Karena itu, siklus karbon disebut sebagai siklus biogeochemical. Pada setiap lingkungan dan antara lingkungan terjadi pertukaran karbon. Karbon berpindah dari lingkungan atmosfer ke biosfer sebagai gas karbondioksida. Gas karbondioksida digunakan tumbuhan untuk berfotosintesis. Karbon memasuki lingkungan atmosfer dari lingkungan bisofer juga sebagai gas karbondioksida. Gas karbondioksida dilepaskan ke atmosfer dari hasil pernafasan mahluk hidup, hasil pembusukan/fermentasi oleh bakteri/jamur dan hasil pembakaran senyawa-senyawa organik. Selain petukaran karbon dari lingkungan atmosfer ke biosfer atau sebaliknya, karbon dipertukarkan dalam lingkungan bisofer melalui rantai makanan. Pertukaran karbon pun terjadi dari lingkungan biosfer ke geosfer. Cangkang hewan-hewan lunak pada umumnya mengandung karbonat. Karbonat kemudian diubah menjadi batu kapur melalui suatu proses yang disebut sedimentasi. Sedangkan perpindahan karbon dari lingkungan geosfer ke lingkungan atmosfer terjadi melalui hasil reaksi batu kapur dan erupsi gunung merapi (Prawirohartono, 2001).
Perpindahan karbon sebagai gas karbondioksida dari lingkungan atmosfer ke hidrosfer, atau sebaliknya terjadi untuk menyeimbangkan pH air laut, melalui reaksi kesetimbangan:
CO2 + H2O               H2CO3
Sekitar 2 x 1016 karbon sebagai karbonat, batu bara dan minyak, sedangkan 2,5 x 1012 ton karbon sebagai karbondiokasida. Setiap tahunnya kemampuan tumbuhan untuk menyerap gas karbondioksida dari atomosfer hanya 15%. Dilain pihak, gas karbondioksida di atmosfer terus meningkat sejalan dengan perkembangan sarana transportasi dan industri. Perkembangan industri bukannya diiringi dengan penambahan kawasan yang dapat menyerap karbondioksida (misalnya tumbuhan) (Tim Dosen Unhas, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Lehninger. 1991. Biologi Dasar.  Erlangga.  Jakarta.
Prawirohartono, S. 2001. Siklus Karbon. Bumi Aksara. Jakarta.
Soendjojo, D. 1990. Ekologi Lanjutan. Universitas Terbuka. Jakarta.
Tim Dosen Biologi Dasar. 2007. Biologi Dasar II. Universitas Hasanuddin. Makssar.
Umar, M. Ruslan. 2010. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin. Makassar.           

METODE SAMPLING BIOTIK UNTUK MENDUGA POPULASI HEWAN BERGERAK



Tidak mungkin bagi kita untuk menghitung setiap individu yang terdapat di alam suatu populasi ataupun di dalam suatu komunitas. Dalam mempelajari populasi ataupun komunitas, biasanya dilakukan dengan cara mengambil sampel (contoh) atau sebagian kecil individu dari populasi atau komunitas tersebut, barulah dapat ditarik suatu kesimpulan tentang populasi atau tentang komunitas yang sedang dipelajari. Dalam penarikan contoh (sampling) harus menggunakan metode sampling yang tepat, sebab bila tidak hasil yang akan diperoleh akan bias (Heddy, 1986).
Metode Capture-Recapture (tangkap-tandai-lepas-tangkap kembali-lepas) merupakan metode yang sudah populer digunakan untuk menduga ukuran populasi dari suatu spesies hewan yang bergerak cepat seperti ikan, burung, atau mamalia kecil. Metode Capture-Recapture yang biasa digunakan adalah metode Lincoln-Peterson. Individu yang ditangkap diberi tanda kemudian dilepaskan kembali dalam periode waktu yang pendek (1 hari). Setelah jangka waktu tertentu dilakukan penangkapan yang kedua yang kemudian diidentifikasi (Umar, 2009).
            Metode Capture-Recapture seringkali sulit digunakan untuk menduga ukuran populasi alami. Hal ini disebabkan karena asumsi-asumsi dalam metode Capture-Recapture sulit dilaksanakan di lapangan. Untuk itu dilakukan metode Removal Sampling yang tidak   melepaskan kembali hewan yang telah disampling. Contoh metode Removal Sampling adalah Metode Zippin yang dilakukan dengan cara penangkapan pertama tidak dilepaskan kembali, kemudian dalam jangka waktu tertentu dilakukan kembali penangkapan kedua dan juga hewan tidak dilepaskan kembali. Sehingga dengan menggunakan persamaan Zippin dapat diduga populasi hewan dalam suatu areal (Umar, 2009).
          Capture Mark Release Recapture (CMMR) yaitu menandai, melepaskan dan menangkap kembali sampel sebagai metode pengamatan populasi. Merupakan metode yang umumnya dipakai untuk menghitung perkiraan besarnya populasi. Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Hal yang pertama dilakukan adalah dengan menentukan tempat yang akan dilakukan estimasi, lalu menghitung dan mengidentifikasinya, dan hasil dapat dibuat dalam sistem daftar. Suatu populasi dapat pula ditafsirkan sebagai suatu kolompok makhuk yang sama spesiesnya dan mendiami suatu ruang khusus pada waktu yang khusus. Karakteristik dasar populasi adalah besar populasi atau kerapatan. Pengukuran kerapatan mutlak ialah dengan cara penghitungan menyeluruh yaitu cara yang paling langsung untuk mengerti berapakah makhluk yang di pertanyakan di sutau daerah adalah menghitung makhluk tersebut semuanya dan metode cuplikan yaitu dengan menghitung proporsi kecil populasi pada rumus Paterson. Untuk metode sampling biotik hewan bergerak biasanya digunakan metode capture-recapture. Merupakan metode yang sederhna untuk menduga ukuran populasi dari suatu spesies hewan yang bergerak cepat seperti ikan, burung dan mamalia kecil. Metode CMMR ini dilakukan dengan mengambil dan melepaskan sejumlah kancing yang dianggap sebagai besarnya populasi yang ada menggunakan kancing hitam dan putih yang danggap sebagai populasi yang tersebar di alam (Resosoedarmo, 1990).
Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komnitas lainnya parameter ini tidak begitu tepat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relatif. Kepadatan relatif dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relatif biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase (Soegianto, 1994).
Populasi ditafsirkan sebagai kumpulan kelompok makhluk yang sama jenis (atau kelompok lain yang individunya mampu bertukar informasi genetik) yang mendiami suatu ruangan khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yang walaupun paling baik digambarkan secara statistik, unik sebagai milik kelompok dan bukan karakteristik individu dalam kelompok itu (Soegianto, 1994).
Ukuran populasi umumnya bervariasi dari waktu, biasanya mengikuti dua pola. Beberapa populasi mempertahankan ukuran poulasi mempertahankan ukuran populasi, yang relatif konstan sedangkan pupolasi lain berfluktasi cukup besar. Perbedaan lingkungan yang pokok adalah suatu eksperimen yang dirangsang untuk meningkatkan populasi grouse itu. Penyelidikan tentang dinamika populasi, pada hakikatnya dengan keseimbangan antara kelahiran dan kematian dalam populasi dalam upaya untuk memahami pada tersebut di alam (Heddy, 1986).
Tingkat pertumbuhan populasi yaitu sebagai hasil akhir dari kelahiran dan kematian, juga mempengaruhi struktur umur dan populasi Suatu populasi dapat juga ditafsirkan sabagai suatu kelompok yang sama. Suatu populasi dapat pula ditafsirkan sebagai suatu kolompok makhuk yang sama spesiesnya dan mendiami suatu ruang khusus pada waktu yang khusus. Populasi dapat dibagi menjadi deme, atau populasi setempat, kelompok-kelompok yang dapat saling membuahi, satuan kolektif terkecil populasi hewan atau tumbuhan. Populasi memiliki beberapa karakteristik berupa pengukuran statistik yang tidak dapat diterapkan pada individu anggota populasi. Karakteristik dasar populasi adalah besar populasi atau kerapatan (Tarumingkeng, 1994).
Bila jumlah unsur populasi itu terlalu banyak, padahal kita ingin menghemat biaya dan waktu, kita harus puas dengan sampel. Karakteristik sampel disebut statistik. Kita sebetulnya tidak tertarik pada statistik. Kita ingin menduga secara cermat parameter dart statistik. Metode pendugaan inilah yang dikenal sebagai teori sampling. Ini berarti sampel harus mencerminkan semua unsur dalam populasi secara proporsional. Sampel seperti itu dikatakan sampel tak bias (unibased sample) atau sampel yang representatif. Sebaliknya sampel bias adalah sampel yang tidak memberikan kesempatan yang sama pada semua unsur populasi untuk dipilih. Memang, sampel mungkin menunjukkan karakteristik yang menyimpang dari karakteristik populasi. Penyimpangan dari karakteristik populasi disebut galat sampling (sampling error). Jadi, galat sampling adalah perbedaan antara hasil yang diperoleh dari sampel dengan hasil yang didapat dari sensus (Soegianto, 1994).
Sampel tak bias adalah sampel yang ditarik berdasarkan probabilitas (probability sampling). Dalam sampel probabilitas, setiap unsur populasi mempunyai nilai kemungkinan tertentu untuk dipilih. Karena sampel ini mengasumsikan kerandoman (randomness), maka sampel probabilitas lazim juga disebut sebagai sampel random. Bila kita mengambil sampel tertentu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, kita memperoleh sampel pertimbangan (judgemental sampling), disebut juga sample non-probabilitas. Untuk kedua jenis sampling ini, ada beberapa alternatif teknik penelitian sampel. Teknik penarikan sampel sering disebut rencana sampling atau rancangan sampling (sampling design) (Heddy, 1986).
Model Peterson menangkap sejumlah individu dari sujumlah populasi hewan yang akan dipelajari. Individu yang ditangkap itu diberi tanda kemudian dilepaskan kembali dalam beberapa waktu yang singkat. Setelah itu dilakukan pengambilan ( Penangkapan Ke 2 terhadap sejulah individu dari populasi yang sama. Dari penangkapan kedua inilah diidentifikasi indifidu yang bertanda yang berasal dari penangkapan pertama dan individu yang tidak bertanda dari hasil penangkapan ke dua. Metode schanebel ini dapat digunakan untuk mengurangi ke tidak validan dalam metode Patersen. Metode ini membutuhkan asumsi yang sama dengan metode Peterson yang ditambahkan dengan asumsi bahwa ukuran populasi harus konstan dari suatu periode sampling dengan periode berikutnya. Pada metode ini penangkapan penandaan dan pelepasan hewan dilakukan lebih dari 2 kali. Untuk setiap periode sampling semua hewan yang belum bertanda diberi tanda dan dilepaskan kembali (Tarumingkeng, 1994).
Ada beberapa satuan pengukuran yang digunakan dalam menerangkan suatu populasi ataupun komunitas seperti frekuensi, kepadatan, luas penutupan, dan biomassa. Kepadatan merupakan jumlah individu per unit area atau unit volume. Dalam suatu tempat tidak semuanya merupakan tempat yang layak bagi suatu spesies hewan. Mungkin dari tempat itu hanya sebagian saja yang merupakan habitat yang layak bagi hewan tersebut. Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian. Kepadatan mutlak atau kepadatan ekologi merupakan kepadatan yang mendiami bagian tertentu (Soegianto, 1994).
Dalam sampling fauna, menentukan kepadatan mutlak itu seringkali tidak mungkin dilakukan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat indeks kepadatan yang umum digunakan untuk keperluan perbandingan. Indeks itu hanya dinyatakan sebagai jumlah individu per unit habitat atau jumlah inidividu per unit usaha, bukan lagi jumlah individu per unit luas (Soegianto, 1994).
            Dalam sampling tumbuhan, permasalahan yang sering kita hadapi adalah dalam menentukan suatu individu tanaman. Tumbuhan yang terbentuk pohon atau herba. Untuk tanaman yang hidup di dalam kelompok atau bereproduksi secara vegetatif dengan akar di dalam tanah, cara yang umum digunakan adalah menganggap individu-inidividu tersebut terputus-putus. Sedangkan untuk tanaman yang tumbuh dalam bentuk rumpun, maka setiap rumpun dianggap sebagai satu individu. Untuk kondisi seperti ini, jenis pengukuran yang paling cocok adalah dengan mengukur luas penutupan (Soegianto, 1994).
Distribusi rumpun dapat meningkatkan kompetisi untuk mendapatkan hara, makanan, ruang, atau cahaya, tetapi pengaruh merusak ini sreingkali dikompetisi dengan yang menguntungkan. Misalnya pohon-pohon yanng tumbuh bersama-sama dalam kelompok misalnya tanaman pagar, pada daratan yang luas kompetisinya untuk mendapatkan hara dan cahaya jika dibandingkan dengan apabila pohon-pohon tersebut tumbuh terpisah tetapi lebih tahan terhadap serangan angin yang kencang (Heddy, 1986).

DAFTAR PUSTAKA

Heddy, Suwasono. 1986. Pengantar Ekologi. CV Rajawali. Jakarta.
Resosoedarmo, Soedjiran. 1990. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya. Jakarta.
Soegianto, Agoes. 1994. Ekologi Kuantitatif. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.
Tarumingkeng, R. C. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Umar, M. Ruslan. 2004. Ekologi Umum Dalam Praktikum. Universitas Hasanuddin. Makassar.